Sejak kecil sepertinya perempuan sudah diajarkan untuk melakukan berbagai macam hal secara berjamaah. Ke kamar kecil harus ditemani, menunggu jemputan bersama-sama dengan teman--jika ada yang jemputannya belum datang maka akan ditunggui, makan jangan sendirian, pulang kampung haruslah bersama teman. Intinya jangan sampai sendirian!
Kesendirian sepertinya telah dicap sebagai hal yang sangat mengerikan dan harus dihindari. Ya, apabila kita sudah merasakan betapa nyamannya bersama-sama dengan orang lain, sendiri menjadi hal yang mengerikan. Dicap forever alone dan tidak punya teman oleh orang yang melihat tentu tidak menyenangkan, apalagi untuk orang yang sangat peduli dengan pendapat orang lain tentang dirinya. Bagi saya sendiri, sendirian itu tidak menyenangkan terutama saat tidak ada hal yang dikerjakan. Jika saya sendiri, jika terlalu lama sendirian maka pikiran negatif akan muncul dari segala arah--lawannya Om a no bhadrah krattavo yantu visvata--sangat tidak menyenangkan!
Tetapi suatu waktu, kita memerlukan waktu sendiri. Terkadang kita penat dengan segala rutinitas yang kita jalani, tugas-tugas yang harus dikerjakan, orang-orang yang temui, sehingga kita ingin ditinggal, hanya dengan diri sendiri. Saya pun suatu waktu, by design atau karena tidak ada teman, menyendiri. Dengan menyendiri kita bisa merenung. In case of travelling alone, I get to know new people, which is my favorite part.
Alkisah liburan semester lalu saya harus pulang sendirian ke Lombok. Itu karena jadwal panitia dan bla bla bla yang tidak memungkinkan untuk pulang bersama teman. Jadi harus sendiri. Saya pun tidak mengapa kalau harus sendirian.
Saya pulang ke Lombok hari Jumat siang, itu bukanlah karena mencari hari baik atau mencari gelombang baik, tetapi karena saya yang tidak bisa bangun pagi dan suka ngaret jadi berangkatnya mundur sampai siang. Karena hari itu hari Jumat, kapalnya sepi berhubung sedang jam sholat Jumat. Mau tidak mau, suka tidak suka, dengan sistem yang baru--yang waktu itu saya belum tahu--kapal ini harus berangkat. Horeee! Lombok my home, here I come!
Hari itu saya menaiki kapal Sindu--kalau tidak salah ingat--yang cukup besar dengan tempat duduk yang nyaman, ber-AC, dan sepi. Saat itu karena sepi saya bisa mengambil tempat yang terdiri dari sepasang kursi panjang yang saling berhadapan, lengkap dengan meja di tengahnya. Seperti biasa saya mengambil dekat pintu yang dekat dengan almari jaket keselamatan. Ya, saya akui saya memang paranoid tapi kita tetap saja harus waspada kan? Walaupun kemungkinan terjadinya hal yang buruk itu tidak terlalu besar secara hitung-hitungan sederhana: kapalnya bagus dan besar, gelombangnya kecil. Setengah jam pertama, saya guling-guling di tempat duduk itu dengan sok intelek berusaha membaca novel yang memang saya bawa sebagai bekal di perjalanan. Namun saya bosan karena novelnya tidak menarik (atau memang saya yang tidak begitu kuat membaca) dan akhirnya bengong menghadap kiri kanan.
Tak berapa lama sesosok bapak-bapak yang sejak tadi saya intipin karena sepertinya dia petinggi di kapal ini, duduk di kursi dihadapan saya. Dia sudah tua, sepertinya sedang fase perubahan dari bapak-bapak menjadi kakek-kakek. Dari obrolan sederhana tentang kapal yang sepi atau gelombang yang bagus, kami mengobrol panjang kira-kira sampai pertengahan perjalanan atau kurang lebih 2 jam. Bertemu orang baru, dengan usia yang jauh berbeda, tempat yang jauh berbeda, dan latar belakang pekerjaan yang berbeda sungguh menyenangkan. Beberapa poin yang saya ingat dari obrolan kami:
- Kata bapak ini--seingat saya kami tidak berkenalan nama--di pelabuhan-pelabuhan telah diberlakukan sistim baru dimana bukan ASDP lagi yang menguasai pelabuhan dan kapalnya, tetapi sekarang ada lembaga baru sejenis otoritas pelabuhan yang memiliki kuasa atas pelabuhan itu sehingga kapal tidak seenaknya nangkring lama-lama di dermaga sampai penuh dan memakan waktu sehingga kapal lain tidak bisa bersandar. Sekarang, setiap jam yang ditentukan, yakni setiap 1 jam, kapal harus segera berangkat. Jika kapalnya ngeyel dan tidak mau berangkat, maka ia akan terlambat di pelabuhan tujuannya dan berisiko tidak dapat lagi mengangkut penumpang dalam perjalanan balik.
Senangnya saya mendengar hal ini! Bagus, satu lagi perbaikan di Indonesiaku yang tercinta. Jadi sekarang kita para penumpang akan mendapat kepastian kapan berangkat dan kapan nyandar!
- Kata bapak ini, semakin tua maka stress akan semakin bertambah. Saat ini mungkin kita belum merasakannya, tetapi besok saat usia 30-40an akan terasa sekali. Jadi, ketika tua dan punya banyak pikiran, musik adalah obat penghilang stress yang mujarab. Ia juga bercerita tentang anaknya yang pemain bass dan bergabung dalam band lokal yang cukup terkenal di kota asalnya di Jawa Barat. Namun sayang anaknya harus meninggal di usia muda karena dibacok oleh perampok saat pulang malam-malam dari Jakarta. Mendengar hal itu saya jadi turut bersedih untuk bapak ini. Namun sepertinya ia sudah ikhlas akan kejadian 7 tahun yang lalu itu.
Saya pun bersemangat untuk belajar musik. Meskipun sudah tua, bapak yang bisa memainkan banyak alat musik ini mengatakan masih bisa untuk usia 20-30 tahun. Oke, saya akan mencoba. Saya pun memilih belajar gitar yang kata bapak itu paling mudah. Di sisa liburan di Lombok, entah mengapa ibu saya jadi sangat loyal dan mau membelikan dan memasukkan saya ke kursus singkat belajar gitar. Senangnya. Ohya, bapak ini sempat terserang stroke jadi kemampuan bermain alat musiknya telah menurun drastis.
- Kata bapak ini, ia mempunyai seorang ipar yang berprofesi sebagai dokter. Iparnya merupakan dokter umum yang menduduki jabatan setingkat kepala rumah sakit. Katanya, apabila ada reuni kampus maka ia malu untuk hadir karena sepertinya satu-satunya yang bukan dokter spesialis. Bapak itu menyarankan agar belajar saja langsung selagi masih rajin dan belum ada kesibukan
Agak takut sebenarnya membayangkan suatu hari nanti saya akan benar-benar lepas dari masa belajar, masa dibawah ketiak orang tua, masa dimana kita harus berdiri dengan kaki sendiri. Masa dimana kita bersaing dalam pekerjaan. Masa itu ada. Masa itu akan tiba. Masa dimana kita akan merasa malu kalau kita tidak berhasil. Takuuuut. (Maka dari itu dari sekarang harus benar-benar rajin belajar agar tidak menjadi dokter yang bodoh dan tidak ada yang mendatangi!)
Hm, apalagi ya yang kami bahas yang bisa saya ingat?
Oke, sekian dulu nanti jika sempat akan saya lanjutkan lagi :)