Laman

Rabu, 06 Agustus 2014

The Art of Travelling Alone

Sejak kecil sepertinya perempuan sudah diajarkan untuk melakukan berbagai macam hal secara berjamaah. Ke kamar kecil harus ditemani, menunggu jemputan bersama-sama dengan teman--jika ada yang jemputannya belum datang maka akan ditunggui, makan jangan sendirian, pulang kampung haruslah bersama teman. Intinya jangan sampai sendirian!

Kesendirian sepertinya telah dicap sebagai hal yang sangat mengerikan dan harus dihindari. Ya, apabila kita sudah merasakan betapa nyamannya bersama-sama dengan orang lain, sendiri menjadi hal yang mengerikan. Dicap forever alone dan tidak punya teman oleh orang yang melihat tentu tidak menyenangkan, apalagi untuk orang yang sangat peduli dengan pendapat orang lain tentang dirinya. Bagi saya sendiri, sendirian itu tidak menyenangkan terutama saat tidak ada hal yang dikerjakan. Jika saya sendiri, jika terlalu lama sendirian maka pikiran negatif akan muncul dari segala arah--lawannya Om a no bhadrah krattavo yantu visvata--sangat tidak menyenangkan!

Tetapi suatu waktu, kita memerlukan waktu sendiri. Terkadang kita penat dengan segala rutinitas yang kita jalani, tugas-tugas yang harus dikerjakan, orang-orang yang temui, sehingga kita ingin ditinggal, hanya dengan diri sendiri. Saya pun suatu waktu, by design atau karena tidak ada teman, menyendiri. Dengan menyendiri kita bisa merenung. In case of travelling alone, I get to know new people, which is my favorite part.

Alkisah liburan semester lalu saya harus pulang sendirian ke Lombok. Itu karena jadwal panitia dan bla bla bla yang tidak memungkinkan untuk pulang bersama teman. Jadi harus sendiri. Saya pun tidak mengapa kalau harus sendirian.

Saya pulang ke Lombok hari Jumat siang, itu bukanlah karena mencari hari baik atau mencari gelombang baik, tetapi karena saya yang tidak bisa bangun pagi dan suka ngaret jadi berangkatnya mundur sampai siang. Karena hari itu hari Jumat, kapalnya sepi berhubung sedang jam sholat Jumat. Mau tidak mau, suka tidak suka, dengan sistem yang baru--yang waktu itu saya belum tahu--kapal ini harus berangkat. Horeee! Lombok my home, here I come!

Hari itu saya menaiki kapal Sindu--kalau tidak salah ingat--yang cukup besar dengan tempat duduk yang nyaman, ber-AC, dan sepi. Saat itu karena sepi saya bisa mengambil tempat yang terdiri dari sepasang kursi panjang yang saling berhadapan, lengkap dengan meja di tengahnya. Seperti biasa saya mengambil dekat pintu yang dekat dengan almari jaket keselamatan. Ya, saya akui saya memang paranoid tapi kita tetap saja harus waspada kan? Walaupun kemungkinan terjadinya hal yang buruk itu tidak terlalu besar secara hitung-hitungan sederhana: kapalnya bagus dan besar, gelombangnya kecil. Setengah jam pertama, saya guling-guling di tempat duduk itu dengan sok intelek berusaha membaca novel yang memang saya bawa sebagai bekal di perjalanan. Namun saya bosan karena novelnya tidak menarik (atau memang saya yang tidak begitu kuat membaca) dan akhirnya bengong menghadap kiri kanan.

Tak berapa lama sesosok bapak-bapak yang sejak tadi saya intipin karena sepertinya dia petinggi di kapal ini, duduk di kursi dihadapan saya. Dia sudah tua, sepertinya sedang fase perubahan dari bapak-bapak menjadi kakek-kakek. Dari obrolan sederhana tentang kapal yang sepi atau gelombang yang bagus, kami mengobrol panjang kira-kira sampai pertengahan perjalanan atau kurang lebih 2 jam. Bertemu orang baru, dengan usia yang jauh berbeda, tempat yang jauh berbeda, dan latar belakang pekerjaan yang berbeda sungguh menyenangkan. Beberapa poin yang saya ingat dari obrolan kami:
  • Kata bapak ini--seingat saya kami tidak berkenalan nama--di pelabuhan-pelabuhan telah diberlakukan sistim baru dimana bukan ASDP lagi yang menguasai pelabuhan dan kapalnya, tetapi sekarang ada lembaga baru sejenis otoritas pelabuhan yang memiliki kuasa atas pelabuhan itu sehingga kapal tidak seenaknya nangkring lama-lama di dermaga sampai penuh dan memakan waktu sehingga kapal lain tidak bisa bersandar. Sekarang, setiap jam yang ditentukan, yakni setiap 1 jam, kapal harus segera berangkat. Jika kapalnya ngeyel dan tidak mau berangkat, maka ia akan terlambat di pelabuhan tujuannya dan berisiko tidak dapat lagi mengangkut penumpang dalam perjalanan balik.

Senangnya saya mendengar hal ini! Bagus, satu lagi perbaikan di Indonesiaku yang tercinta. Jadi sekarang kita para penumpang akan mendapat kepastian kapan berangkat dan kapan nyandar!
  • Kata bapak ini, semakin tua maka stress akan semakin bertambah. Saat ini mungkin kita belum merasakannya, tetapi besok saat usia 30-40an akan terasa sekali. Jadi, ketika tua dan punya banyak pikiran, musik adalah obat penghilang stress yang mujarab. Ia juga bercerita tentang anaknya yang pemain bass dan bergabung dalam band lokal yang cukup terkenal di kota asalnya di Jawa Barat. Namun sayang anaknya harus meninggal di usia muda karena dibacok oleh perampok saat pulang malam-malam dari Jakarta. Mendengar hal itu saya jadi turut bersedih untuk bapak ini. Namun sepertinya ia sudah ikhlas akan kejadian 7 tahun yang lalu itu.

Saya pun bersemangat untuk belajar musik. Meskipun sudah tua, bapak yang bisa memainkan banyak alat musik ini mengatakan masih bisa untuk usia 20-30 tahun. Oke, saya akan mencoba. Saya pun memilih belajar gitar yang kata bapak itu paling mudah. Di sisa liburan di Lombok, entah mengapa ibu saya jadi sangat loyal dan mau membelikan dan memasukkan saya ke kursus singkat belajar gitar. Senangnya. Ohya, bapak ini sempat terserang stroke jadi kemampuan bermain alat musiknya telah menurun drastis.

  • Kata bapak ini, ia mempunyai seorang ipar yang berprofesi sebagai dokter. Iparnya merupakan dokter umum yang menduduki jabatan setingkat kepala rumah sakit. Katanya, apabila ada reuni kampus maka ia malu untuk hadir karena sepertinya satu-satunya yang bukan dokter spesialis. Bapak itu menyarankan agar belajar saja langsung selagi masih rajin dan belum ada kesibukan
Agak takut sebenarnya membayangkan suatu hari nanti saya akan benar-benar lepas dari masa belajar, masa dibawah ketiak orang tua, masa dimana kita harus berdiri dengan kaki sendiri. Masa dimana kita bersaing dalam pekerjaan. Masa itu ada. Masa itu akan tiba. Masa dimana kita akan merasa malu kalau kita tidak berhasil. Takuuuut. (Maka dari itu dari sekarang harus benar-benar rajin belajar agar tidak menjadi dokter yang bodoh dan tidak ada yang mendatangi!)
Hm, apalagi ya yang kami bahas yang bisa saya ingat?
Oke, sekian dulu nanti jika sempat akan saya lanjutkan lagi :)

Minggu, 08 September 2013

Renang

Suatu siang yang panas, seorang mahasiswa yang ingin kembali ke masa kanak-kanak sedang merapikan kamarnya tercinta. Ini merupakan salah satu kegiatan favoritnya--jika itu bisa disebut kegiatan--instead of kewajiban. Oke, anaknya memang biasa saja, dengan merapikan kamar saja dia bisa bahagia. Tiba-tiba ditengah nikmatnya rapi-rapi kamar, ia mendapatkan ide cemerlang. Layaknya film kartun dimana akan muncul sebuah balon lampu disamping kepala tokoh kartun tersebut, iapun menyala-matikan lampu kamarnya agar lebih dramatis (apasih). Tiba-tiba di siang yang bolong itu ia ingin pergi berenang di salah satu tempat berenang yang cukup terkenal di kotanya dan kebetulan dia belum pernah kesana. Tenang saja, kolam renangnya punya atap kok. Selanjutnya dia akan ikut rapat panitia di kampusnya. What a perfect plan.

Karena anaknya memang sedikit loner, so, going there alone is just fine for her. Tiba di kolam ia melihat tiga orang: satu anak kecil perempuan di kolam anak-anak. Dua laki-laki di kolam dewasa. Waduh. Sebagai perempuan yang masih normal, insting pertama saya, eh mahasiswa itu adalah menuju anak kecil yang ada di kolam anak-anak, karena kita sama-sama perempuan. Si anak menyapa dengan wajah bahagia sepertinya tidak sabar mau kenalan. Wah mungkin dia juga takut sendiri disini, pikir mahasiswa itu. Dengan bahasa Indonesia yang sedikit kacau, dia mempernalkan dirinya. Namanya Ines dan dia ingin mempunya teman. Ternyata dua orang lelaki yang lain jika diperhatikan baik-baik adalah laki-laki yang lebih tua yang ternyata bapaknya dan laki-laki yang lebih muda yang ternyata kakaknya. Mereka dari Timor. Sang bapak kerja di Bali, anak-anaknya sedang liburan disini sudah 3 bulan lamanya.

Singkat cerita, kami berteman. Saya banyak mengobrol dengan anaknya. Saya suka anak kecil. Bapaknya juga ramah kadang-kadang senyum dan bertanya. Based on my experience, I think I'm good in dealing with older people and younger people. I like talking to children, they're so innocent. And I respect older people, they're full of wisdom. Dealing with people at my age? Not so much.

I really like making new friends. Tapi dasar manusia, kita selalu dipenuhi kecurigaan. Jadilah saya agak takut-takut juga. Dan mereka juga canggung. But still, being careful is a must.

Dulu, waktu sedang berjaga Stand Sehat HMKU di Lapangan Renon, saya ketemu seorang bapak-bapak yang menjadi pasien saya. Setelah ngobrol-ngobrol ternyata dia adalah seorang pejabat di sejenis kantor kelautan di kawasan Jawa, Bali, Lombok, dan terus ke daerah Timur. Kebetulan ibu saya juga PNS di Kelautan Perikanan NTB dan kakak saya tamatan Sekolah Tinggi Perikanan jadi omongan kita masih agak nyambung lah. Kebetulan juga kakak saya itu belum mendapat kerja. Singkat cerita sekarang kakak saya bisa kerja di balainya bapak tersebut, walaupun statusnya magang. Sesuai lagi jurusannya. Minggu depan kakak saya mau tugas nyelam lagi di Sumba. Entah itu dimana. Kadang pertemuan dan pertemanan bisa jadi seberuntung itu ya.

Seandainya tidak ada kecurigaan, tidak ada pikiran-pikiran aneh, dan semoga bapak di kolam renang juga sama baiknya, pasti menyenangkan sekali punya teman baru. Sayangnya waktu itu tidak ada tukeran kontak karena bapaknya juga ragu-ragu.

Anyway, lanjut saja.

Beberapa menit kemudian, saat matahari mulai bergeser dari posisi jam 12 menuju jam 1, muncullah beberapa pengunjung kolam renang yang lain. Ada cewek agak gendut usia SD yang diantar mamanya yang cantik. Ada juga anak cowok kecil yang lagi belajar renang bersama kakak jauhnya (karena tidak mirip) yang agak ganteng. Eh, ganteng sih.

Wah ganteng ya. Tapi pasti umurnya lebih kecil daripada saya. (okay, memang pikiran yang memalukan)

Lalu, saya melamun lagi. Seandainya saya cantik ya, mungkin orang-orang akan tersepona pada pandangan pertama. Lalu kejadian-kejadian so sweet seperti di drama korea atau di film-film yang saya tonton bukan tidak mungkin untuk terjadi. Ya kan? Sungguh enaknya jika memiliki wajah yang rupawan.

Hidup itu seperti mengajukan proposal PKM. Dengar-dengar sih, karena begitu banyaknya proposal yang diterima, kalau dari segi format tidak sesuai, akan langsung dieliminasi tanpa dibaca isinya. Sama seperti manusia. Karena ada begitu banyak manusia, maka kita akan diseleksi tahap awal dulu: penampilan baru dilihat isinya. Don't jugde a book by its cover adalah quote pembohong. Toh katanya quote lain 'dari mata turun ke hati'. Berarti harus bagus dimata dulu dong baru bisa masuk ke hati!! (Lalu sambil berendam di kolam saya memasuki fase depresif, semakin lama semakin dalam).
Tetapi lamunan saya tidak lama terpotong, karena memperhatikan anak gendut yang tadi saya sebut sedang berenang dengan sangat lincahnya. Gaya dada, gaya bebas, gaya kupu-kupu, bahkan gaya-gaya yang tidak dapat saya identifikasi dia lakukan bolak balik dari ujung kolam ke ujung lainnya. Siapa yang menyangka anak gendut tadi begitu ganas di kolam renang, layaknya seorang atlet profesional. Mungkin dia memang atlet. (Tapi memang jika dibandingkan dengan perenang di kolam X, yang kurus-kurus dan hitam-hitam, akan sulit mengira anak ini jago renang)

Melihat anak itu, kepercayaan diri dan semangat saya akhirnya bangkit lagi. Perlahan saya keluar dari fase depresif. Mengapa? Yaa diperkirakan saja ya dari cerita tadi :) :)

It's already late now, bye, see ya.

Sabtu, 18 Mei 2013

DKP


Fakultas Kedokteran identik dengan warna hijau. Setiap dies natalis atau acara-acara yang berbau gengsi fakultas lainnya, misalnya sepakbola, basket, badminton, dan lain-lain, kami akan membumihijaukan acara tersebut. Namun, selalu saja ada suara-suara sumbang yang tidak menyukai warna hijau itu. Yap, tentu saja mereka adalah suporter lain. Biasanya mereka akan mengejek kami.. 'DKP! DKP!' Duuuh, sungguh kesal jika kami disamakan dengan DKP! Wait, apa itu DKP?

DKP adalah singkatan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (sejujurnya saya harus meng-google-nya terlebih dahulu). Mengapa bisa disebut DKP? Karena kami sama-sama mengenakan atribut hijau. Seragam mereka, truk pengangkat sampah, semuanya juga berwarna hijau.

Ada sesuatu yang unik mengenai sistem pengelolaan sampah di Denpasar. Saya anggap unik karena saya tidak menemukan hal ini di Mataram. Di Denpasar, kamu hanya boleh mengeluarkan sampah rumah tangga pada pukul 17.00-19.00. Nanti, petugas DKP dengan truk pengangkat sampahnya akan mengambil sampah tersebut dan membuangnya ke TPA (entah itu dimana). Di rumah saya, truk DKP biasanya lewat tepat pukul 20.00. Saya selalu ingat karena biasanya saya bertugas untuk mengambil kembali tempat sampah yang kami gunakan untuk menaruh sampah di luar. (Tuh, Ita! DKP aja selalu tepat waktu. Tidakkah kamu malu karena masih sering terlambat lecture?).

Hal unik lainnya adalah, apabila kamu akan melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan banyak sampah, misalnya menebang pohon di siang hari, kamu harus memberitahu DKP terlebih dahulu, maka mereka akan datang menjemput sampah-sampahmu yang banyak itu.

DKP di Denpasar sungguh sangat rajin. Meskipun hujan, mereka tidak berhenti bekerja. Dengan pakaikan bekerja khusus hujannya, mereka tidak kenal lelah melakukan tugas mulia membersihkan Denpasar sehingga kota tercinta ini tetap asri dan nyaman. Bayangkan jika 1 hari saja DKP tidak bekerja. Sampah-sampah yang kita alergikan itu pasti akan menumpuk dimana-mana dan menjadi sumber penyakit.

Setelah menyadari begitu banyak kebaikan DKP, saya tidak kesal lagi apabila kami, FK Unud, diejek-ejek dengan sebutan DKP. DKP adalah perkejaan mulia yang sering disepelekan orang. Bahkan menurut saya, dokter dan DKP tidak jauh berbeda. Kita sama-sama bekerja untuk mengabdi kepada masyarakat.

Hari ini, saat saya sedang maturan di pintu gerbang rumah, kru-kru DKP sedang mengangkut sampah di jalan rumah kami. Orang pertama berlari-lari di depan, bertugas untuk menggeser sampah-sampah (dan tempatnya) di kanan jalan menuju kiri jalan, agar lebih mudah bagi rekan kedua yang berada beberapa meter di belakangnya, bertugas mengangkat sampah tersebut ke truk. Kemudian orang ketiga bertugas menumpahkan isi sampah dan mengembalikan (membuang) tempat sampah tersebut ke jalan. Orang keempat adalah supir.

Hari ini, saat bersembahyang saya pas bertemu dengan orang pertama, bapak yang bertugas untuk menggeser sampah ke kanan jalan. Dia tersenyum kepada saya, saya juga membalas dengan senyuman. Kemudian saya ingat, dan saya ucapkan 'Terimakasih!'. Senang rasanya setelah bertahun-tahun ditolong bisa mengucapkan terimakasih. ^^

Jumat, 23 Maret 2012

EXTREMELY LOUD & INCREDIBLY CLOSE

Judul film: Extremely Loud and Incredibly Close
Sutradara: Stephen Daldry
Pemain: Thomas Horn, Tom Hanks, Sandra Bullock
Rilis: Desember 2011
Durasi: 129 menit

Jumat, 09 Maret 2012

PIANO NO MORI

 
Judul film: Piano Forest/Piano no Mori
Sutradara: Masayuki Kojima
Yang buat anime: Makoto Isshiki
Durasi: 101 menit