Laman

Minggu, 08 September 2013

Renang

Suatu siang yang panas, seorang mahasiswa yang ingin kembali ke masa kanak-kanak sedang merapikan kamarnya tercinta. Ini merupakan salah satu kegiatan favoritnya--jika itu bisa disebut kegiatan--instead of kewajiban. Oke, anaknya memang biasa saja, dengan merapikan kamar saja dia bisa bahagia. Tiba-tiba ditengah nikmatnya rapi-rapi kamar, ia mendapatkan ide cemerlang. Layaknya film kartun dimana akan muncul sebuah balon lampu disamping kepala tokoh kartun tersebut, iapun menyala-matikan lampu kamarnya agar lebih dramatis (apasih). Tiba-tiba di siang yang bolong itu ia ingin pergi berenang di salah satu tempat berenang yang cukup terkenal di kotanya dan kebetulan dia belum pernah kesana. Tenang saja, kolam renangnya punya atap kok. Selanjutnya dia akan ikut rapat panitia di kampusnya. What a perfect plan.

Karena anaknya memang sedikit loner, so, going there alone is just fine for her. Tiba di kolam ia melihat tiga orang: satu anak kecil perempuan di kolam anak-anak. Dua laki-laki di kolam dewasa. Waduh. Sebagai perempuan yang masih normal, insting pertama saya, eh mahasiswa itu adalah menuju anak kecil yang ada di kolam anak-anak, karena kita sama-sama perempuan. Si anak menyapa dengan wajah bahagia sepertinya tidak sabar mau kenalan. Wah mungkin dia juga takut sendiri disini, pikir mahasiswa itu. Dengan bahasa Indonesia yang sedikit kacau, dia mempernalkan dirinya. Namanya Ines dan dia ingin mempunya teman. Ternyata dua orang lelaki yang lain jika diperhatikan baik-baik adalah laki-laki yang lebih tua yang ternyata bapaknya dan laki-laki yang lebih muda yang ternyata kakaknya. Mereka dari Timor. Sang bapak kerja di Bali, anak-anaknya sedang liburan disini sudah 3 bulan lamanya.

Singkat cerita, kami berteman. Saya banyak mengobrol dengan anaknya. Saya suka anak kecil. Bapaknya juga ramah kadang-kadang senyum dan bertanya. Based on my experience, I think I'm good in dealing with older people and younger people. I like talking to children, they're so innocent. And I respect older people, they're full of wisdom. Dealing with people at my age? Not so much.

I really like making new friends. Tapi dasar manusia, kita selalu dipenuhi kecurigaan. Jadilah saya agak takut-takut juga. Dan mereka juga canggung. But still, being careful is a must.

Dulu, waktu sedang berjaga Stand Sehat HMKU di Lapangan Renon, saya ketemu seorang bapak-bapak yang menjadi pasien saya. Setelah ngobrol-ngobrol ternyata dia adalah seorang pejabat di sejenis kantor kelautan di kawasan Jawa, Bali, Lombok, dan terus ke daerah Timur. Kebetulan ibu saya juga PNS di Kelautan Perikanan NTB dan kakak saya tamatan Sekolah Tinggi Perikanan jadi omongan kita masih agak nyambung lah. Kebetulan juga kakak saya itu belum mendapat kerja. Singkat cerita sekarang kakak saya bisa kerja di balainya bapak tersebut, walaupun statusnya magang. Sesuai lagi jurusannya. Minggu depan kakak saya mau tugas nyelam lagi di Sumba. Entah itu dimana. Kadang pertemuan dan pertemanan bisa jadi seberuntung itu ya.

Seandainya tidak ada kecurigaan, tidak ada pikiran-pikiran aneh, dan semoga bapak di kolam renang juga sama baiknya, pasti menyenangkan sekali punya teman baru. Sayangnya waktu itu tidak ada tukeran kontak karena bapaknya juga ragu-ragu.

Anyway, lanjut saja.

Beberapa menit kemudian, saat matahari mulai bergeser dari posisi jam 12 menuju jam 1, muncullah beberapa pengunjung kolam renang yang lain. Ada cewek agak gendut usia SD yang diantar mamanya yang cantik. Ada juga anak cowok kecil yang lagi belajar renang bersama kakak jauhnya (karena tidak mirip) yang agak ganteng. Eh, ganteng sih.

Wah ganteng ya. Tapi pasti umurnya lebih kecil daripada saya. (okay, memang pikiran yang memalukan)

Lalu, saya melamun lagi. Seandainya saya cantik ya, mungkin orang-orang akan tersepona pada pandangan pertama. Lalu kejadian-kejadian so sweet seperti di drama korea atau di film-film yang saya tonton bukan tidak mungkin untuk terjadi. Ya kan? Sungguh enaknya jika memiliki wajah yang rupawan.

Hidup itu seperti mengajukan proposal PKM. Dengar-dengar sih, karena begitu banyaknya proposal yang diterima, kalau dari segi format tidak sesuai, akan langsung dieliminasi tanpa dibaca isinya. Sama seperti manusia. Karena ada begitu banyak manusia, maka kita akan diseleksi tahap awal dulu: penampilan baru dilihat isinya. Don't jugde a book by its cover adalah quote pembohong. Toh katanya quote lain 'dari mata turun ke hati'. Berarti harus bagus dimata dulu dong baru bisa masuk ke hati!! (Lalu sambil berendam di kolam saya memasuki fase depresif, semakin lama semakin dalam).
Tetapi lamunan saya tidak lama terpotong, karena memperhatikan anak gendut yang tadi saya sebut sedang berenang dengan sangat lincahnya. Gaya dada, gaya bebas, gaya kupu-kupu, bahkan gaya-gaya yang tidak dapat saya identifikasi dia lakukan bolak balik dari ujung kolam ke ujung lainnya. Siapa yang menyangka anak gendut tadi begitu ganas di kolam renang, layaknya seorang atlet profesional. Mungkin dia memang atlet. (Tapi memang jika dibandingkan dengan perenang di kolam X, yang kurus-kurus dan hitam-hitam, akan sulit mengira anak ini jago renang)

Melihat anak itu, kepercayaan diri dan semangat saya akhirnya bangkit lagi. Perlahan saya keluar dari fase depresif. Mengapa? Yaa diperkirakan saja ya dari cerita tadi :) :)

It's already late now, bye, see ya.

Sabtu, 18 Mei 2013

DKP


Fakultas Kedokteran identik dengan warna hijau. Setiap dies natalis atau acara-acara yang berbau gengsi fakultas lainnya, misalnya sepakbola, basket, badminton, dan lain-lain, kami akan membumihijaukan acara tersebut. Namun, selalu saja ada suara-suara sumbang yang tidak menyukai warna hijau itu. Yap, tentu saja mereka adalah suporter lain. Biasanya mereka akan mengejek kami.. 'DKP! DKP!' Duuuh, sungguh kesal jika kami disamakan dengan DKP! Wait, apa itu DKP?

DKP adalah singkatan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (sejujurnya saya harus meng-google-nya terlebih dahulu). Mengapa bisa disebut DKP? Karena kami sama-sama mengenakan atribut hijau. Seragam mereka, truk pengangkat sampah, semuanya juga berwarna hijau.

Ada sesuatu yang unik mengenai sistem pengelolaan sampah di Denpasar. Saya anggap unik karena saya tidak menemukan hal ini di Mataram. Di Denpasar, kamu hanya boleh mengeluarkan sampah rumah tangga pada pukul 17.00-19.00. Nanti, petugas DKP dengan truk pengangkat sampahnya akan mengambil sampah tersebut dan membuangnya ke TPA (entah itu dimana). Di rumah saya, truk DKP biasanya lewat tepat pukul 20.00. Saya selalu ingat karena biasanya saya bertugas untuk mengambil kembali tempat sampah yang kami gunakan untuk menaruh sampah di luar. (Tuh, Ita! DKP aja selalu tepat waktu. Tidakkah kamu malu karena masih sering terlambat lecture?).

Hal unik lainnya adalah, apabila kamu akan melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan banyak sampah, misalnya menebang pohon di siang hari, kamu harus memberitahu DKP terlebih dahulu, maka mereka akan datang menjemput sampah-sampahmu yang banyak itu.

DKP di Denpasar sungguh sangat rajin. Meskipun hujan, mereka tidak berhenti bekerja. Dengan pakaikan bekerja khusus hujannya, mereka tidak kenal lelah melakukan tugas mulia membersihkan Denpasar sehingga kota tercinta ini tetap asri dan nyaman. Bayangkan jika 1 hari saja DKP tidak bekerja. Sampah-sampah yang kita alergikan itu pasti akan menumpuk dimana-mana dan menjadi sumber penyakit.

Setelah menyadari begitu banyak kebaikan DKP, saya tidak kesal lagi apabila kami, FK Unud, diejek-ejek dengan sebutan DKP. DKP adalah perkejaan mulia yang sering disepelekan orang. Bahkan menurut saya, dokter dan DKP tidak jauh berbeda. Kita sama-sama bekerja untuk mengabdi kepada masyarakat.

Hari ini, saat saya sedang maturan di pintu gerbang rumah, kru-kru DKP sedang mengangkut sampah di jalan rumah kami. Orang pertama berlari-lari di depan, bertugas untuk menggeser sampah-sampah (dan tempatnya) di kanan jalan menuju kiri jalan, agar lebih mudah bagi rekan kedua yang berada beberapa meter di belakangnya, bertugas mengangkat sampah tersebut ke truk. Kemudian orang ketiga bertugas menumpahkan isi sampah dan mengembalikan (membuang) tempat sampah tersebut ke jalan. Orang keempat adalah supir.

Hari ini, saat bersembahyang saya pas bertemu dengan orang pertama, bapak yang bertugas untuk menggeser sampah ke kanan jalan. Dia tersenyum kepada saya, saya juga membalas dengan senyuman. Kemudian saya ingat, dan saya ucapkan 'Terimakasih!'. Senang rasanya setelah bertahun-tahun ditolong bisa mengucapkan terimakasih. ^^